Luar biasa, begitu
yang selalu terucap dari para pengunjung yang datang untuk
melakukan studi banding ke Kelompok Wanita Tani (KWT) Legowo
Kemranggen yang menjadi salah satu ujung tombak Kampung Tani Desa
Wulungsari melalui kegiatan pemanfaatan pekarangan dan halaman rumah. Betapa
tidak, di Dusun Kemranggen setiap lahan, setiap halaman rumah pula sepanjang
jalan berjajar tanaman beraneka rupa baik sayuran, buah, maupun
biofarmaka. Sedangkan tanaman lain yang wajib ada adalah
jambu biji, nanas, ubi kayu dan pepaya, sehingga tidak ada
sejengkal lahan pun yang tidak termanfaatkan.
Kegigihan ketua KWT
Legowo, Sri Marniyati yang menjadi motor penggerak ternyata
disambut baik oleh seluruh warga Dusun Kemranggen, mereka bersama-sama
menyemai, menanam, merawat dan akhirnya memanen. Tidak saja mampu untuk
memenuhi kebutuhan sumber gizi sehari-hari, bahkan hingga menjualnya ke luar
Dusun, seperti Loncang, KWT Legowo bermitra dengan perajin combro, dan
penjual martabak. Sedangkan sayuran selada, bermitra dengan Warung Iwak Kali
Manyaran Wonosobo. Mungkin belumlah seberapa yang dihasilkan, namun
nilai-nilai sosial, kebersamaan, gotong royong, menjadikan anggota KWT Legowo
merasa bangga sebagai warga Kampung Tani, sebab sejatinya mereka pahami, ini
adalah bagian dari sebuah pelayanan kepada sesama, kepada alam, terlebih kepada
Tuhan.
Tentu saja KWT
Legowo tidak berjalan sendiri, kelompok yang pada tahun 2013 mendapatkan
program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) dari Kantor
Ketahanan Pangan Kabupaten Wonosobo ini, menggandeng semua tokoh masyarakat
baik Ketua RW, Ketua RT, perangkat desa yang tinggal di Dusun Kemranggen, ketua
kelompok tani lain, juga tokoh agama. Dukungan dari semua pihak ini, memberikan
kekuatan tersendiri bagi anggota KWT Legowo yang berjumlah 30 orang mewakili
empat RT yang ada untuk terus belajar dan berbuat lebih baik.
“Salah satu tugas
anggota KWT adalah bagaimana menggerakkan ibu-ibu yang belum tergabung menjadi
anggota KWT untuk mencintai tanaman yang pada akhirnya dapat memperoleh hasil
dari kegiatan pemanfaatan pekarangan”, ujar Sri Marniyati.
Perubahan pola pikir dan sikap menerima gagasan Kampung Tani
ini, tidak secara serta merta, namun melalui proses yang panjang. Salah satunya
dengan melibatkan sebagian warga Dusun Kemranggen untuk mengikuti pelatihan
pengembangan kampung tani. Dimana dalam pelatihan tersebut peserta
pelatihan dicuci otaknya oleh motivator dari Joglo Tani, Yogyakarta, TO
Suprapto. Pada dasarnya petani harus punya harga diri, harus bisa memahami makna
“Aku Sapa, Karo Sapa, Nang Ngendi, Kudu Piye” bila hal ini
dijalankan dalam kehidupan sehari-hari, harga diri kaum tani bisa direbut
kembali, tidak diatur-atur oleh pemilik modal (baca: orang kaya).
Kampung Tani Dusun
Kemranggen tidak hanya menawarkan pemandangan yang asri, tetapi
juga konsep desain tata kampung yang rapi dan unik. Kampung tani dipahami
sebagai sebuah kawasan pertanian yang secara optimal menggali potensi
sumber daya alam dan sumber daya manusia serta kearifan lokal masyarakatnya untuk
diramu dalam konsep pertanian terpadu yang ramah lingkungan dan
berkelanjutan. Kampung tani menjadi simbol dinamika kehidupan sosial pedesaan
yang sederhana namun kreatif. Di tambah dengan heterogenitas kultur dan
keyakinan warganya semakin memberi nilai lebih bagi Kemranggen.
Cukup dengan mengisi kas KWT Legowo sebesar Rp. 100.000,- per
rombongan (20 – 60 orang), pengunjung bisa berkeliling kampung sambil belajar
langsung kepada warga kampung tani. Tidak hanya sampai disini, para pengunjung
kampung tani akan dimanjakan berbagai pilihan tanaman yang bisa
dibawa pulang dengan harga relatif terjangkau, cukup merogoh kocek
sepuluh ribu hingga lima belas ribu rupiah saja, sudah bisa untuk membeli satu
jenis tanaman dalam pot atau polybag. Sedangkan bagi pengunjung yang
ingin belajar beternak sapi potong, budidaya lele di kolam minimalis, membuat
pakan fermentasi, menyemai benih sayuran, menyediakan media tanam untuk pot
atau polibag, bisa mengikuti pelatihan atau magang di Pusat Pelatihan Pertanian
Perdesaan Swadaya (P4S) Legowo yang ada di Kampung Tani.
Akhirnya, Kampung
Tani adalah sebuah proses panjang yang harus mendapatkan perhatian semua pihak,
sebab di sinilah, tumbuh kebanggaan sebagai masyarakat tani, yang
memiliki jati diri. Ini adalah kerja bersama, ini adalah kampung
tani milik kita.