Minggu, 24 April 2016

KAMPUNG TANI WULUNGSARI: SIMBOL KEBANGGAAN MASYARAKAT TANI



Luar biasa, begitu yang selalu  terucap dari para pengunjung  yang datang untuk melakukan studi banding ke Kelompok Wanita Tani (KWT)  Legowo  Kemranggen  yang menjadi salah satu ujung tombak Kampung Tani Desa Wulungsari melalui kegiatan pemanfaatan pekarangan dan halaman rumah. Betapa tidak, di Dusun Kemranggen setiap lahan, setiap halaman rumah pula sepanjang jalan berjajar tanaman beraneka rupa baik sayuran, buah, maupun biofarmaka.  Sedangkan tanaman lain yang  wajib  ada adalah  jambu biji, nanas, ubi kayu dan  pepaya, sehingga tidak ada sejengkal lahan pun yang tidak termanfaatkan.
Kegigihan ketua KWT Legowo, Sri Marniyati yang menjadi motor penggerak   ternyata disambut baik oleh seluruh warga Dusun Kemranggen,  mereka bersama-sama menyemai, menanam, merawat dan akhirnya memanen. Tidak saja mampu untuk memenuhi kebutuhan sumber gizi sehari-hari, bahkan hingga menjualnya ke luar Dusun, seperti  Loncang, KWT Legowo bermitra dengan perajin combro, dan penjual martabak. Sedangkan sayuran selada, bermitra dengan Warung Iwak Kali Manyaran Wonosobo.  Mungkin belumlah seberapa yang dihasilkan, namun nilai-nilai sosial, kebersamaan, gotong royong, menjadikan anggota KWT Legowo merasa bangga sebagai warga Kampung Tani, sebab sejatinya mereka pahami,  ini adalah bagian dari sebuah pelayanan kepada sesama, kepada alam, terlebih kepada Tuhan.
Tentu saja KWT Legowo tidak berjalan sendiri, kelompok yang pada tahun 2013 mendapatkan program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) dari Kantor Ketahanan Pangan Kabupaten Wonosobo ini, menggandeng semua tokoh masyarakat baik Ketua RW, Ketua RT, perangkat desa yang tinggal di Dusun Kemranggen, ketua kelompok tani lain, juga tokoh agama. Dukungan dari semua pihak ini, memberikan kekuatan tersendiri bagi anggota KWT Legowo yang berjumlah 30 orang mewakili empat RT yang ada untuk terus belajar dan berbuat lebih baik.
“Salah satu tugas anggota KWT adalah bagaimana menggerakkan ibu-ibu yang belum tergabung menjadi anggota KWT untuk mencintai tanaman yang pada akhirnya dapat memperoleh hasil dari kegiatan pemanfaatan pekarangan”, ujar Sri Marniyati.
Perubahan pola pikir dan sikap menerima gagasan Kampung Tani ini, tidak secara serta merta, namun melalui proses yang panjang. Salah satunya dengan melibatkan sebagian warga Dusun Kemranggen untuk mengikuti pelatihan pengembangan kampung tani.  Dimana dalam pelatihan tersebut peserta pelatihan dicuci otaknya oleh motivator dari Joglo Tani, Yogyakarta, TO Suprapto. Pada dasarnya petani harus punya harga diri, harus bisa memahami makna “Aku Sapa, Karo Sapa, Nang Ngendi, Kudu Piye”  bila hal ini dijalankan dalam kehidupan sehari-hari, harga diri kaum tani bisa direbut kembali, tidak diatur-atur oleh pemilik modal (baca: orang kaya).
Kampung Tani Dusun Kemranggen tidak hanya  menawarkan  pemandangan yang asri, tetapi juga konsep desain tata kampung yang rapi dan unik. Kampung tani dipahami sebagai sebuah kawasan pertanian yang secara optimal menggali potensi  sumber daya alam dan sumber daya manusia serta kearifan lokal masyarakatnya untuk diramu  dalam konsep pertanian terpadu yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Kampung tani menjadi simbol dinamika kehidupan sosial pedesaan yang sederhana namun kreatif.  Di tambah dengan heterogenitas kultur dan keyakinan  warganya semakin memberi nilai lebih bagi Kemranggen.  Cukup dengan mengisi kas KWT Legowo sebesar  Rp. 100.000,- per rombongan (20 – 60 orang), pengunjung bisa berkeliling kampung sambil belajar langsung kepada warga kampung tani. Tidak hanya sampai disini, para pengunjung kampung tani akan dimanjakan berbagai  pilihan  tanaman yang bisa dibawa pulang dengan harga relatif terjangkau, cukup merogoh kocek  sepuluh ribu hingga lima belas ribu rupiah saja, sudah bisa untuk membeli satu jenis tanaman dalam pot atau polybag.  Sedangkan bagi pengunjung yang ingin belajar beternak sapi potong, budidaya lele di kolam minimalis, membuat pakan fermentasi, menyemai benih sayuran, menyediakan media tanam untuk pot atau polibag, bisa mengikuti pelatihan atau magang  di Pusat Pelatihan Pertanian Perdesaan Swadaya (P4S) Legowo yang ada  di Kampung Tani.
Akhirnya, Kampung Tani adalah sebuah proses panjang yang harus mendapatkan perhatian semua pihak, sebab di sinilah, tumbuh kebanggaan sebagai masyarakat tani,  yang memiliki jati diri.   Ini adalah kerja bersama, ini adalah kampung tani milik kita.